SISTEM AGRIBISNIS SELADA HIDROPONIK
SISTEM AGRIBISNIS SELADA HIDROPONIK
(Studi Kasus : Harvest Queen Hydroponic, Kota Batu)
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG (PKL)
Oleh :
NURUL FITRIA
21701032097
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
MALANG
2020
RINGKASAN
Nurul
Fitria (21701032097) SISTEM AGRIBISNIS SELADA (Lactuva sativa L) HIDROPONIK (Studi Kasus : Harvest Queen Hydroponic, Kota Batu)
Dosen
Pembimbing : Dr. Ir. Nikmatul Khoiriyah, M.P.
Harvest
Queen Hydroponic merupakan salah satu perusahaan di bidang pertanian
dengan teknik budidaya secara hidroponik. Perusahaan yang bergerak di bidang
pertanian ini mengembangkan pertanian dengan modern, professional, kreatif,
inovatif, memiliki terobosan terbaru dan memiliki produk yang sehat.
Tanaman
selada (Lactuca sativa L) merupakan
salah satu komoditi hortikultura yang memiliki prospek yang cerah dan bernilai
ekonomis tinggi. Tanaman selada (Lactuca sativa L)
adalah tanaman yang dimanfaatkan daunnya sebagai sayur lalapan yang berumur
semusim dan tergolong kedalam famili composite. Selada merupakan tanaman
semusim serta memiliki penampilan yang menarik, bunganya yang unik mengumpul
dalam tandan membentuk sebuah rangkaian. Daun selada banyak mengandung vitamin
yang bermanfaat bagi tubuh manusia diantaranya adalah vitamin A, vitamin B, dan
vitamin C.
Tujuan
praktek kerja lapang adalah untuk mengetahui sistem agribisnis selada secara
hidroponik di Harvest Queen Hydroponic,
Kota Batu. Dalam
pembahasan laporan PKL ini menggunakan metode studi kasus sistem agribisnis
pada tanaman selada secara hidroponik yang ada di Harvest Queen Hydroponic, Kota Batu.
Agribisnis
sebagai suatu sistem adalah agribisnis yang merupakan seperangkat unsur yang
secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas. Sistem
Agribisnis merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa subsistem, antara
lain sebagai berikut:
1.
Subsistem I (Pengadaan dan Penyaluran
Sarana Produksi): Benih selada, media tanam (lahan), pupuk/nutrisi, air
dan alat-alat.
2.
Subsistem II (Budidaya): Persiapan media tanam, penyemaian, penanaman, perawatan dan pemanenan.
3.
Subsistem III (Pasca Panen dan
Pengolahan Hasil): Pencucian, penirisan, penyortiran, pengemasan, penyimpanan dan pengolahan
hasil pertanian.
4. Subsistem
IV (Pemasaran): Terdapat 2 saluran
pemasaran selada, antara lain: 1) Saluran Disribusi I = Petani → Inti →
Konsumen, 2) Saluran Distribusi II = Petani → Inti →
Restoran/Superindo/Kafe → Konsumen.
5.
Subsistem V (Lembaga Penunjang): Tidak
memiliki lembaga penunjang.
Sayuran dan buah-buahan di Harvest Queen Hydroponic memang sudah terlihat segar dan organik, tetapi
perlu disosialisasikan lagi kepada sasaran konsumen bahwasannya sayuran yang
ditanam di Harvest Queen Hydroponic merupakan sayuran sehat bebas pestisida agar calon konsumen mengetahui
manfaat dari sayuran yang bebas pestisida. Selain itu, Harvest Queen
Hydroponic belum menjalin kerja sama dengan
mitra lain serta penambahan lembaga penunjang untuk mendukung dan menunjang
usaha tani di Harvest Queen Hydroponic, serta pada kegiatan pemasaran sayur diantaranya perlu keikutsertaan
mahasiswa khususnya mahasiswa agribisnis dalam kegiatan pemasaran sayur karena
bidang tersebut merupakan bagian penting yang harus dipelajari langsung oleh mahasiswa
agribisnis.
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur ke
hadirat Alloh SWT, atas limpahan rahmat dan hidayah-Mu penulis dapat menyajikan
tulisan Praktek Kerja Lapang (PKL) yang berjudul :
SISTEM AGRIBISNIS SELADA (Lactuva sativa L) HIDROPONIK
(Studi Kasus : Harvest Queen
Hydroponic, Kota Batu)
Di dalam tulisan ini, disajikan
pokok-pokok bahasan yang meliputi teknik budidaya sayuran hidroponik dan sistem
agribisnis pada perusahaan Harvest Queen
Hydroponic.
Sangat disadari bahwa dengan kekurangan
dan keterbatasan yang dimiliki penulis, walaupun telah dikerahkan segala
kemampuan untuk lebih teliti, tetapi masih dirasakan banyak kekurangtepatan,
oleh karena itu penulis mengharapkan saran yang membangun agar tulisan ini
bermanfaat bagi yang membutuhkan.
Malang,
11 April 2020
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Permintaan
sayuran di Indonesia semakin meningkat seiring dengan meningkatnya kesadaran
masyarakat akan gizi dan pola makan yang seimbang. Di masa mendatang sangat
memungkinkan selada dapat menjadi komoditas komersial mengingat permintaan
selada terus meningkat sejalan banyaknya restoran, hotel serta tempat yang
menyediakan jenis masakan tradisional dan asing (Syahputra
et al., 2014).
Tanaman selada termasuk
dalam kelompok tanaman sayuran yang sudah dikenal di masyarakat. Jenis sayuran
ini mengandung zat yang lengkap sehingga
memenuhi syarat untuk kebutuhan gizi masyarakat. Selada sebagai sayuran bisa
dikonsumsi dalam bentuk mentah atau lalapan. Selada juga dapat berguna untuk
pengobatan (terapi) berbagai macam penyakit. Sehingga dengan demikian, selada
memiliki peranan yang sangat penting dalam menunjang kesehatan masyarakat (Rusdy,
2009).
Selada adalah tanaman yang
paling banyak digunakan untuk salad. Daun selada kaya antioksidan seperti
betakarotin, fosfat dan mengandung indol yang berkhasiat melindungi tubuh dari
serangan kanker. Kandungan serat alaminya dapat menjaga kesehatan organ-organ
pencernaan. Keragaman zat kimia yang dikandungnya menjadikan selada tanaman
multikhasiat. Tanaman selada yang banyak dibudidayakan saat ini adalah jenis
selada keriting dengan jenis daunnya yang keriting mulai dari ujung sampai tepi
daun, serta daun berwarna hijau (Duaja,
2012).
Banyak perusahaan atau instansi yang
berkerja dalam bidang agribisnis salah satunya adalah perusahaan Harvest Queen Hydroponic, Kota Batu.
Perusahaan Harvest Queen Hydroponic
dirasa tepat untuk dilakukan kegiatan praktek kerja lapang karena berkaitan dengan
ilmu yang telah dipelajari. Harvest Queen
Hydroponic merupakan perusahaan pertanian yang membudidayakan beberapa
jenis sayuran dengan teknik bertanam secara hidroponik. Selain bergerak di
subsistem usahatani, perusahaan ini juga berkerja di subsistem hilir
berupa pascapanen dan pemasaran.
Kegiatan praktek kerja lapang di Harvest Queen Hydroponic melatar
belakangi pembuatan laporan PKL yang berisi mengenai kegiatan selama PKL,
teknik budidaya selada, dan sistem agribisnis pada perusahaan Harvest Queen Hydroponic. Selain
bergerak di bidang perkebunannya, perusahaan ini juga menerapkan healthy life style yang dimana hasil
panen tanaman hidroponik diproses lebih lanjut menjadi minuman atau makanan
yang sehat dan bergizi tinggi.
Harvest Queen Hydroponic merupakan perusahaan milik perorangan yang melakukan kegiatan budidaya tanaman dengan menerapkan sistem hidroponik. Cara budidaya yang dilakukan oleh Harvest Queen Hydroponic telah memberikan pandangan baru bagi penulis agar berani mencoba melakukan usahatani dan berwirausaha dalam bidang pertanian. Melalui kegiatan praktek kerja lapang di Harvest Queen Hydroponic ini penulis banyak mendapatkan pembelajaran dan pengalaman kerja secara langsung dalam melakukan usahatani dan berwirausaha dalam bidang pertanian. Sehingga kedepannya penulis dapat mempraktikkan cara budidaya tanaman secara hidroponik baik untuk skala usaha bisnis maupun rumahan.
1.2. Rumusan
Masalah
Atas dasar
kontradiksi antara teori dan kenyataan, maka dapat dirumuskan masalah secara
spesifik sebagai berikut:
1. Bagaimana sistem agribisnis selada hidroponik di Harvest Queen Hydroponic, Kota Batu?
1.3. Tujuan
Praktek Kerja Lapang
Atas dasar
rumusan masalah, maka disusun tujuan praktek kerja lapang sebagai berikut:
1.
Mengetahui sistem agribisnis
selada secara hidroponik di Harvest Queen
Hydroponic, Kota Batu.
1.4. Manfaat Praktek Kerja Lapang
Manfaat
yang dapat diambil dari pelaksanaan praktek kerja lapang baik untuk mahasiswa
maupun lembaga pendidikan adalah :
1.
Bagi Mahasiswa
a.
Memperoleh pengetahuan yang nyata
tentang kondisi suatu lembaga meliputi: segi manajemen yang diterapkan, kondisi
fisik perusahaan, peralatan yang digunakan, kondisi para karyawan, dan
kegiatan-kegiatan yang dilakukan.
b.
Memperoleh pengalaman nyata yang
berguna untuk meningkatkan kemampuan dan ketrampilan di bidang pertanian dan
kegiatan-kegiatan yang dilakukan, terutama dalam komoditi buah sayuran.
c.
Mengetahui perkembangan ilmu
pengetahuan tentang pertanian.
2.
Bagi Lembaga Pendidikan
a.
Terjalinnya hubungan antara
Program Studi Agribisnis khususnya dan Fakultas Pertanian pada umumnya, dengan Harvest Queen Hydroponic Fruits and
Vegetables, Temas, Kec. Batu Kota Batu Jawa Timur. Mendapat umpan balik
untuk meningkatkan kualitas pendidikan, sehingga selalu dapat mengikuti
perkembangan dunia teknologi pertanian.
b.
Memperoleh masukan-masukan baru
dari lembaga pendidikan, melalui mahasiswa yang sedang melaksanakan PKL.
c. Dapat menjalin hubungan dengan lembaga pendidikan, khususnya Fakultas Pertanian Universitas Islam Malang (UNISMA).
BAB II
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
2.1. Profil
Perusahaan
Harvest
Queen Hydroponic merupakan salah satu perusahaan di
bidang pertanian dengan teknik budidaya secara hidroponik. Perusahaan ini
berdiri pada tahun 2017 silam yang didirikan oleh Pandu Rachmantika dan Ilman
Harun yang merupakan alumnus Universitas Brawijaya jurusan Arsitektur. Kebun Harvest Queen Hydroponic dibangun oleh
pemilik mulai dari awal menggunakan modal sendiri. Kebun dengan luas lahan
kurang lebih 1.500 m² berlokasi di Jalan Sultan Hasan Halim, Sisir, Kota Batu.
Sistem hidroponik yang diterapkan yaitu hidroponik dengan sistem NFT (Nutrient
Film Technique), DFT (Deep Flow Technique), grow tower, dan rakit apung. Harvest
Queen Hydroponic memproduksi berupa sayuran dan buah diantaranya, Selada
Hijau Keriting, Selada Merah Keriting, Selada Romaine, dan Tomat Ceri.
Harvest
Queen Hydroponic pada awalnya hanya memiliki satu
buah greenhouse yang dijadikan sebagai tempat budidaya sayuran berupa
Selada Romaine, Selada Merah, Selada Kerting Hijau, Kale, Sawi Caisim, Kailan,
dan Kangkung serta Buah Stroberi. Harvest Queen Hydroponic kemudian melakukan
pengembangan pada tahun 2018 dengan mendirikan enam buah greenhouse
berukuran kecil untuk membudidayakan stroberi. Pada bulan Agustus 2018, Harvest Queen Hydroponic melakukan
pengembangan dengan mendirikan satu buah greenhouse baru dengan
instalasi Grow Tower untuk membudidayakan tanaman rempah seperti Basil
dan Kale. Pada tahun 2019, Harvest Queen
Hydroponic kembali melakukan pengembangan dengan mendirikan satu buah greenhouse
berukuran besar dengan instalasi DFT untuk membudidayakan tomat cherry.
Dengan perkembangan zaman, Harvest Queen Hydroponic memiliki empat greenhouse
untuk menanam beberapa jenis sayuran dan buah. Greenhouse bagian depan
digunakan untuk menanam Selada Hijau Keriting, Selada Merah Keriting, dan
Selada Romaine. Sistem hidroponik yang digunakan adalah NFT dan rakit apung. Greenhouse
kedua dan ketiga berada tepat dibelakang greenhouse sebelumnya secara
berhadap-hadapan yang keduanya sama-sama ditanami dengan tanaman Tomat Ceri.
Sistem yang digunakan adalah sistem hidroponik berupa Semi NFT dan DFT.
Sedangkan greenhouse yang bagian belakang menggunakan sistem hidroponik
berupa grow tower, yang
untuk saat ini sedang vacum untuk digunakan.
Sistem NFT (Nutrient Film Technique)
merupakan sistem hidroponik yang pemberian larutan nutrisi dengan cara
mengalirkan dan mensikurlasikan larutan nutrisi yang tipis sehingga akar
tanaman tidak menggenang ke dalam air. Sistem DFT (Deep Flow Technique)
merupakan sistem hidroponik yang pemberian larutan nutrisi berlangsung selama
24 jam pada rangkaian aliran tertutup. Sistem grow tower merupakan
sistem hidroponik dengan penanaman secara vertikal dan larutan nutrisi
bersikulasi melalui lubang-lubang aliran nurtisi di bagian atasnya. Sedangkan
sistem rakit apung merupakan sistem hidroponik yang bekerja dengan
menggenangkan akar tanaman dengan air dan larutan nutrisi serta bagian atas
diberikan sterofoam untuk menopang tanaman.
Perusahaan yang bergerak di bidang
pertanian ini mengembangkan pertanian dengan modern, professional, kreatif,
inovatif, memiliki terobosan terbaru, dan memiliki produk yang sehat. Kelebihan yang dimiliki perusahaan ini adalah
bertani dengan cara hidroponik sehingga menghasilkan produk yang sehat, bersih,
dan organik. Pemberian nama Harvest Queen
Hydroponic diambil dari kata Dewi Sri yang berarti dapat memberikan
kesuburan. Dewi Sri mengandung makna yakni dewi kesuburan dan dewi beras.
Penamaan perusahaan agar terkesan modern maka nama Dewi Sri dirubah menjadi Harvest Queen.
Selain nama, Harvest Queen Hydroponic memiliki slogan yaitu “Healthy Food,
Healthy Life, Healthy Mind”. Slogan yang diberikan sesuai dengan visi dari
perusahaan Harvest Queen Hydroponic
yaitu “Menjadi sebuah perusahaan di bidang gaya hidup sehat yang terdepan di
Indonesia”. Harvest Queen Hydroponic
mengajak para masyarakat untuk mengonsumsi makanan yang sehat sehingga
perusahaan memproduksi sayuran yang sehat, bersih, dan organik. Adapun misi
yang akan dicapai oleh perusahaan Harvest
Queen Hydroponic antara lain:
1. Menyadarkan
masyarakat akan pentingnya mengonsumsi bahan makanan yang sehat.
2. Menerapkan
teknik pertanian hidroponik yang bisa dikembangkan dimanfaatkan oleh masyarakat
urban perkotaan.
3. Merubah
persepsi negatif masyarakat utamanya generasi muda tentang dunia pertanian dan agropreneur.
4. Menerapkan
teknik marketing yang modern untuk
memperbaiki citra dunia usaha pertanian.
5. Memicu semangat kewirausahaan di bidang pertanian.
2.2. Struktur
Organisasi Perusahaan
Perusahaan Harvest Queen Hydroponic memiliki struktur organisasi yang yang jelas dan terbagi menjadi beberapa bidang. Setiap bidang memiliki tanggung jawab masing-masing untuk melancarkan kegiatan usahatani di Harvest Queen Hydroponic. Harvest Queen Hydroponic memiliki direktur yang terbagi menjadi dua bidang. Ilman Harun, ST., MSc. sebagai direktur yang menangani dan mengawasi kegiatan produksi dan teknik pertanian. Sedangkan Pandu Rachmantika, ST., MA. sebagai direktur yang bertugas menangani dan mengawasi kegiatan pemasaran dan keuangan. Harvest Queen Hydroponic juga mempekerjakan sejumlah lima pegawai yang memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing. Bagian koordinasi dan teknisi kebun memiliki tugas dan tanggung jawab dalam melakukan budidaya tanaman dari mempersiapkan media tanam hingga pasca panen. Bagian digital marketing dan fotografi memiliki tugas dan tanggung jawab dalam hal melakukan promosi dan pemasaran melalui media sosial, membuat desain produk, dan mendokumentasikan kegiatan yang dilakukan oleh Harvest Queen Hydroponic. Selain itu Harvest Queen Hydroponic juga memiliki dua pegawai yang bertugas dan bertanggung jawab pada pengoperasian lapangan/kebun. Sedangkan bagian transportasi dan distribusi memiliki tugas dan tanggung jawab terhadap kegiatan transportasi dan distribusi sayuran untuk dikirim ke pelanggan.
2.3. Tinjauan
Pustaka
2.3.1. Hidroponik
Saat ini telah dikenal cara bercocok
tanam hidroponik, yaitu bercocok tanam tanpa menggunakan media tanah, bisa
menggunakan air, kerikil dan sebagainya.
Tanah yang merupakan media dalam budidaya konvensional, semakin lama
unsur haranya akan semakin berkurang dan tanaman akan kekurangan nutrisi,
sehingga dibutuhkan suatu teknologi baru yang dapat mengatur pemberian nutrisi
dengan mudah agar kebutuhan nutrisi tanaman tercukupi (Sodri, 2019).
Sistem
hidroponik dapat memberikan
suatu
lingkungan pertumbuhan yang lebih
terkontrol.
Dengan pengembangan teknologi, kombinasi sistem
hidroponik dengan membran mampu
mendayagunakan air, nutrisi, pestisida
secara nyata lebih efisien (minimalis system)
dibandingkan dengan kultur tanah
(terutama untuk tanaman berumur pendek).
Penggunaan sistem hidroponik tidak
mengenal musim dan tidak memerlukan lahan
yang luas dibandingkan dengan kultur
tanah untuk menghasilkan satuan
produktivitas yang sama (Lonardy,
2006).
Pemasaran produk hidroponik tidak bisa
langsung dipasarkan seperti sayuran-sayuran pada umumnya yang dipasarkan di
pasar tradisional dan tidak juga dipasarkan di lapak-lapak terbuka. Hal ini dikarenakan sebelum dipasarkan dan
menunggu proses distribusi, sayuran hidroponik disimpan dalam suhu ruang
terlebih dahulu. Produk hidroponik sayuran ini biasanya dipasarkan ke supermarket
dan hotel. Jalur pemasaran hidroponik dimulai dari petani hidroponik,
kemudian dijual ke perantara atau distributor seperti supermarket dan
terakhir dibeli oleh konsumen. Distributor inilah yang mempunyai kontrak
kerjasama dengan pengusaha hidroponik (Sodri, 2019).
Beberapa
jenis hidroponik, yaitu Wick, Deep Water Culture (DWC), EBB dan Flow (Flood
& Drain), Drip (recovery atau non-recovery), Nutrient Film Technique (NFT),
dan Aeroponik. Ada ratusan variasi pada sistem hidroponik, tetapi semua metode
hidroponik adalah variasi dan kombinasi dari enam jenis dasar (Domingues et al., 2012).
Salah
satu tanaman yang cocok untuk diterapkan pada sistem hidroponik adalah tomat
ceri. Penelitian yang telah ada melakukan percobaan di dataran tinggi dengan
penanaman tomat ceri di lapangan serta melakukan pemantauan dan pemeliharaan
yang cukup baik, menghasilkan produksi sebesar 1,5 kg sampai 2 kg setiap pohon,
sedangkan pada sistem hidroponik menghasilkan 5,1 kg sampai 5,8 kg per pohon (Susila et al., 2011).
2.3.2. Agribisnis
Downey dan Ericson (1992) dalam kutipan (Suparta, 2003)
mengemukakan bahwa agribisnis meliputi keseluruhan kegiatan manajemen bisnis
mulai dari perusahaan yang menghasilkan sarana produksi untuk usahatani, proses
produksi pertanian, serta perusahaan yang menangani pengolahan, pengangkutan,
penyebaran, penjualan secara borongan maupun penjualan eceran produk kepada
konsumen akhir.
Batasan tersebut menggambarkan bahwa
agribisnis merupakan suatu sistem. Konsep agribisnis sebagai sistem, merupakan
suatu “entitas” (Amirin, 1996) dalam kutipan (Suparta, 2003),
yang tersusun dari sekumpulan subsistem yang bergerak secara bersama-sama dan
saling tergantung untuk mencapai tujuan bersama. Sejalan dengan pengertian
tersebut, (Pertanian, 2002)
mengedepankan konsep “perusahaan dan sistem agribisnis”, yakni subsistem
agribisnis hulu (perusahaan pengadaan dan penyaluran sarana produksi),
subsistem agribisnis tengah (perusahaan usahatani), subsistem agribisnis hilir
(perusahaan pengolahan hasil atau agroindustri dan perusahaan pemasaran
hasil, serta subsistem jasa penunjang
(lembaga keuangan, transportasi, penyuluhan dan pelayanan informasi agribisnis,
penelitian kaji terap, kebijakan pemerintah, dan asuransi agribisnis)
perusahaan atau lembaga bisnis. Masing-masing perusahaan tersebut merupakan
“perusahaan agribisnis” yang harus dapat bekerja secara efisien, selanjutnya
semua perusahaan agribisnis tersebut harus melakukan hubungan kebersamaan dan
saling ketergantungan dalam suatu sistem untuk lebih meningkatkan efisiensi
usaha dan mencapai tujuan agribisnis.
Pada sistem agribisnis pelakunya adalah
usaha-usaha agribisnis (firm) yakni usahatani keluarga, usaha kelompok,
usaha kecil, usaha menengah, usaha koperasi dan usaha korporasi, baik pada
sub-sistem agribisnis hilir, sub-sistem on farm, sub-sistem agribisnis
hulu maupun pada sub-sistem penyedia jasa bagi agribisnis. Karena itu,
pemerintah sedang dan akan menumbuh-kembangkan dan memperkuat usaha-usaha
agribisnis tersebut melalui berbagai instrumen kebijakan yang dimiliki.
Pemerintah bukan lagi eksekutor, tetapi berperan sebagai fasilitator, regulator
dan promotor pembangunan sistem dan
usaha agribisnis (Saragih, 2003).
(Hermawan & SP, 2008)
mengemukakan bahwa agribisnis sebagai suatu sistem adalah agribisnis yang merupakan
seperangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu
totalitas. Disini dapat diartikan bahwa agribisnis terdiri dari berbagai sub
sistem yang tergabung dalam rangkaian interaksi dan interpedensi secara
reguler, serta terorganisir sebagai suatu totalitas. Adapun kelima mata rantai
atau subsistem tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Subsistem Penyediaan Sarana
Produksi
Subsistem
penyediaan sarana produksi menyangkut kegiatan pengadaan dan penyaluran.
Kegiatan ini mencakup Perencanaan, pengelolaan dari sarana produksi, teknologi
dan sumberdaya agar penyediaan sarana produksi atau input usahatani memenuhi
kriteria tepat waktu, tepat jumlah, tepat jenis, tepat mutu dan tepat produk.
b. Subsistem Usahatani atau Proses Produksi
Subsistem
ini mencakup kegiatan pembinaan dan pengembangan usahatani dalam rangka
meningkatkan produksi primer pertanian. Termasuk kedalam kegiatan ini adalah
perencanaan pemilihan lokasi, komoditas, teknologi, dan pola usahatani dalam
rangka meningkatkan produksi primer. Disini ditekankan pada usahatani yang
intensif dan sustainable (lestari),
artinya meningkatkan produktivitas lahan semaksimal mungkin dengan cara
intensifikasi tanpa meninggalkan kaidah-kaidah pelestarian sumber daya alam
yaitu tanah dan air. Disamping itu juga ditekankan usahatani yang berbentuk
komersial bukan usahatani yang subsistem, artinya produksi primer yang akan
dihasilkan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam artian ekonomi
terbuka.
c. Subsistem Agroindustri atau Pengolahan Hasil
Lingkup
kegiatan ini tidak hanya aktivitas pengolahan sederhana di tingkat petani,
tetapi menyangkut keseluruhan kegiatan mulai dari penanganan pasca panen produk
pertanian sampai pada tingkat pengolahan lanjutan dengan maksud untuk menambah value added (nilai tambah) dari produksi
primer tersebut. Dengan demikian proses pengupasan, pembersihan,
pengekstraksian, penggilingan, pembekuan, pengeringan, dan peningkatan mutu.
d. Subsistem
Pemasaran
Subsistem
pemasaran mencakup pemasaran hasil-hasil usahatani dan agroindustri baik untuk
pasar domestik maupun ekspor. Kegiatan utama subsistem ini adalah pemantauan
dan pengembangan informasi pasar dan market
intelligence pada pasar domestik dan pasar luar negeri.
e. Subsistem Penunjang
Subsistem
ini merupakan penunjang kegiatan pra panen dan pasca panen yang meliputi :
1. Sarana
Tataniaga 7. BUMN
2. Perbankan/perkreditan 8. Swasta
3. Penyuluhan
Agribisnis 9. Penelitian dan
Pengembangan
4. Kelompok
tani 10. Pendidikan
dan Pelatihan
5. Infrastruktur
agribisnis 11. Transportasi
6. Koperasi
Agribisnis 12. Kebijakan
Pemerintah
(Suparta, 2003)
masing-masing komponen pelaku perusahaan agribisnis biasanya membagi diri dalam
fungsi dan peran atau tugasnya, namun tetap bersinergi untuk menghasilkan
produk yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan pasar. Integrasi vertikal antar
perusahaan agribisnis yang berbeda pemilikannya sering diwujudkan dalam bentuk
“kemitraan usaha” atau jika pemilikannya sama disebut “perusahaan
terintegrasi”.
Subsistem perusahaan agribisnis hulu
berfungsi menghasilkan dan menyediakan sarana produksi pertanian terbaik agar
mampu menghasilkan produk usahatani yang berkualitas. Dalam hubungan kemitraan
inti plasma, maka perusahaan agribisnis hulu dapat melakukan perannya, antara
lain: memberikan pelayanan yang bermutu kepada usahatani, memberikan bimbingan
teknis produksi, memberikan bimbingan manajemen dan hubungan sistem agribisnis,
memfasilitasi proses pembelajaran atau perlatihan bagi petani, menyaring dan
mensintesis informasi agribisnis praktis untuk petani, mengembangkan kerjasama
bisnis (kemitraan) untuk dapat memberikan keuntungan bagi para pihak.
Subsistem perusahaan usahatani sebagai
produsen pertanian berfungsi melakukan kegiatan teknis produksi agar produknya
dapat dipertanggung jawabkan baik secara kualitas maupun kuantitas. Mampu
melakukan manajemen agribisnis secara baik agar proses produksinya menjadi
efisien sehingga mampu bersaing di pasar. Karena itu, petani umumnya
memerlukan penyuluhan dan informasi
agribisnis, teknologi dan inovasi lainnya dalam proses produksi, bimbingan
teknis atau pendampingan agar petani dapat melakukan proses produksi secara
efisien dan bernilai tambah lebih tinggi. Dalam hubungan kemitraan inti plasma,
petani berperan sebagai plasma.
Subsistem perusahaan agribisnis hilir
berfungsi melakukan pengolahan lanjut (baik tingkat primer, sekunder maupun
tersier) untuk mengurangi susut nilai atau meningkatkan mutu produk agar dapat
memenuhi kebutuhan dan selera konsumen, serta berfungsi memperlancar pemasaran
hasil melalui perencanaan sistem pemasaran yang baik. Dalam hubungan kemitraan
inti plasma, maka perusahaan agribisnis hilir itu sering berfungsi sebagai inti
yang mempunyai kewajiban untuk mendorong berkembangnya usahatani.
Subsistem jasa penunjang (penyuluhan,
penelitian, informasi agribisnis, pengaturan, kredit modal, transportasi, dll)
secara aktif ataupun pasif berfungsi menyediakan layanan bagi kebutuhan pelaku
sistem agribisnis untuk memperlancar aktivitas perusahaan dan sistem agribisnis.
Masing-masing komponen jasa penunjang itu mempunyai karakteristik fungsi
yang berbeda, namun intinya adalah agar mereka dapat berbuat sesuatu untuk
mengurangi beban dan meningkatkan kelancaran penyelenggaraan sistem agribisnis.
2.3.3. Selada (Lactuva
sativa L)
Selada merupakan tanaman holtikultura
yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Tanaman ini dapat tumbuh baik di dataran
rendah maupun dataran tinggi sesuai dengan jenisnya. Suhu optimum bagi
pertumbuhan selada ialah antara 15-25°C. dalam kondisi yang seperti ini selada
akan mengalami pertumbuhan yang sempurna (Aini
et al., 2010).
Permintaan akan selada terus meningkat seiring dengan
meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia dan meningkatnya kesadaran penduduk
akan kebutuhan gizi. Masyarakat sangat menyukai sayuran ini karena memiliki
rasa yang enak serta kandungan gizi yang baik. Diketahui bahwa dalam 100 g
berat segar selada mengandung protein 1,2 g, lemak 0,2 g, karbohidrat 2,9 g,
kalsium 22,0 g, fosfor 25 mg, zat besi 0,5 g, vitamin A 0,04 mg, vit B 8,0 mg,
vit C 8,0 mg, dan air 94,8% (Rukmana, 1994).
Tanaman selada (Lactuca sativa L)
adalah tanaman yang dimanfaatkan daunnya sebagai sayur lalapan yang berumur
semusim dan tergolong kedalam famili composite. Menurut jenisnya daun selada
ada yang dapat membentuk krop dan ada pula yang tidak. Jenis yang tidak
membentuk krop daun-daunya berbentuk "rosette". Daun selada pada
umumnya berwarna hijau terang sampai putih kekuningan. Selada lebih sering
dikonsumsi mentah atau sebagai lalapan (Rukmana, 1994).
Selada merupakan tanaman semusim serta memiliki penampilan yang menarik,
bunganya yang unik mengumpul dalam tandan membentuk sebuah rangkaian. Daun
selada banyak mengandung vitamin yang bermanfaat bagi tubuh manusia diantaranya
adalah vitamin A, vitamin B, dan vitamin C (Rukmana, 1994).
Selada
merupakan salah satu jenis tanaman sayur yang memiliki nilai ekonomi yang
tinggi, hal ini terlihat dari permintaan pasar terhadap selada yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan pasar
terutama di perhotelan, rumah makan
besar,
bahkan hingga ke luar negeri sebagai komoditas ekspor. Selada memiliki peran
dalam program ketahanan pangan nasional. Ketahanan (food security) tidak akan terwujud tanpa ketahanan
nutrisi (nutritional security) dan hal tersebut berimbas pada kesehatan masyarakat yang akan semakin menurun.
Konsep ketahanan nutrisi adalah
menjamin ketersediaan pangan yang bernutrisi dan jumlahnya cukup bagi seluruh lapisan masyarakat. Nutrisi dan
keamanan pangan tidak terpisahkan, ketika
ketersediaan pangan berkurang, maka masyarakat akan mengkonsumsi makanan kurang bergizi dan tidak aman yang disebabkan
karena bahaya kontamisasi kimia,
mikroba, penyakit asal hewan dan sebagainya. Kandungan gizi selada semakin disadari manfaatnya oleh masyarakat,
sehingga ketersediaan sayuran
khususnya selada menjadi hal penting dalam mendukung ketahanan pangan serta ketahanan nutrisi nasional. (Heni, 2011)
dalam kutipan (Citra
Wulandari et al., 2012).
Tanaman
selada bukan merupakan sayuran asli Indonesia. Selada berasal dari Asia Barat
yang kemudian menyebar di Asia dan negara-negara beriklim sedang dan panas. Beberapa
negara telah mengembangkan dan membuat varietas
unggul tanaman selada di antaranya Jepang, Taiwan, Thailand, Amerika
Serikat dan Belanda (Rukmana,
1994). Menurut (Sunarjono, 2007)
dalam kutipan (Syahputra
et al., 2014). Tanaman selada umumnya
dimakan mentah ataupun disajikan sebagai penghias hidangan. Daunnya mengandung
vitamin A, B, dan C yang berguna untuk kesehatan tubuh.
Tanaman
selada masuk dalam divisi Spematophyta atau tanaman berbiji, subdivisi Angiospermae,
kelas Dikotyledonae, ordo Astereles, famili Asteraceae,
genus Lactuca, spesies Lactuca sativa. Selada yang
tergolong spesies Lactuca sativa yang telah dibudidayakan
memiliki banyak varietas. Tanaman selada tergolong tanaman sayuran daun semusim
yang berumur pendek. Daun selada memiliki tangkai daun lebar dan tulang
menyirip. Daun bersifat lunak dan renyah apabila dimakan, serta terasa agak
manis. Daun memiliki ukuran panjang 20 hingga 25 cm dan lebar sekitar 15 cm.
Tanaman selada memilih batang sejati, bersifat kekar, kokoh dan berbuku-buku, ukuran diameter 2-3 cm. Selada
memiliki sistem perakaran tunggang dan serabut yang menempel pada batang dan
tumbuh menyebar ke segala arah pada kedalaman 20 hingga 50 cm, sedangkan akar
tunggang tumbuh lurus ke dalam tanah (Cahyono,
2005). Di samping pada tanah,
tanaman selada dapat tumbuh pada media air yang ditanam secara hidroponik
dengan masa adaptasi akar 2 minggu dan dapat dipanen 25-30 hari setelah
dipindah dari persemaian (Ginting
& Tohari, n.d.).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan
Tempat Pelaksanaan PKL
Pelaksanaan praktek kerja lapang
dilakukan selama 1 (satu) bulan yang dimulai dari tanggal 03 Februari 2020
hingga 03 Maret 2020. Selama pelaksanaan praktek kerja lapang tersebut dibagi
menjadi dua kegiatan yaitu pada dua minggu pertama melakukan kegiatan budidaya
tanaman secara hidroponik di Kebun Harvest
Queen Hydroponic yang beralamatkan di Jalan Sultan Hasan Halim, Sisir, Kota
Batu., sedangkan pada dua minggu kedua melakukan Proyek Mie Selada di Kafe Harvest Queen yang bertempat di Jalan
Kalpataru Nomor 58 Kota Malang.
Kegiatan praktek kerja lapang yang di Kebun Harvest Queen Hydroponic, Kota Batu dilaksanakan setiap hari senin s.d jumat mulai pukul 08.00 s.d 12.00 WIB, sedangkan kegiatan proyek Mie Selada yang bertempat di Kafe Harvest Queen dilaksanakan secara bergantian per dua hari dengan peserta praktek kerja lapang lainnya. Pelaksanaan praktek kerja lapang dilakukan selama 5 hari dalam seminggu dengan jam kerja 4 jam/hari.
Harvest Queen Hydroponic dipilih sebagai lokasi praktek kerja lapang berdasarkan pertimbangan kesesuaian antara materi kegiatan yang dipraktikkan di institusi terkait dengan program studi mahasiswa. Maka dari itu, perlunya praktek kerja lapang di Harvest Queen Hydroponic ini merupakan salah satu alasan utama bagi seorang Sarjana Pertanian karena dapat menjadi pembelajaran yang baik bagi mahasiswa untuk mempraktikkan ilmu dan teori yang dipelajari pada saat perkuliahan serta mendapatkan pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan kegiatan budidaya secara hidroponik.
3.2 Metode
Praktek Kerja Lapangan
a. Metode
Pembahasan Laporan PKL
Dalam
pembahasan laporan PKL ini menggunakan metode studi kasus sistem agribisnis
pada tanaman selada secara hidroponik yang ada di Harvest Queen Hydroponic, Kota Batu.
b. Objek
dan Lokasi Pembahasan Laporan PKL
Objek
dan lokasi dilakukan di Harvest Queen
Hydroponic, Kota Batu. Lokasi
tersebut merupakan perkebunan tanaman hidroponik sayuran dan buah-buahan.
Perusahaan berlokasi di Jalan Sultan Hasan Salim, Sisir, Batu, Temas, Kec.
Batu, Kota Batu, Jawa Timur.
c. Jenis
Data yang Diambil
1. Data
Primer
Data
primer adalah data yang diambil langsung dari lapangan. Dalam pembahasan kali
ini, data yang dicatat dan dikumpulkan adalah data yang berhubungan dengan sistem
agribisnis selada secara hidroponik. Data primer diperoleh melalui observasi
dan wawancara langsung yang terkait di Harvest
Queen Hydroponic.
2. Data
Sekunder
Data
sekunder adalah data yang diambil dari data yang telah tersedia atau data yang
telah ada. Data sekunder dalam pembahasan kali ini akan diperoleh dari
instansi-instansi yang terkait.
d. Metode
Pengumpulan Data
Data
yang diperlukan dalam pembahasan kali ini adalah data primer dan data sekunder.
Pengumpulan data-data tersebut dilakukan melalui metode-metode berikut:
1. Wawancara
Metode
wawancara merupakan teknik pengumpulan metode survey yang menggunakan
pertanyaan secara lisan kepada subyek penelitian (RIngo et al., 2017).
Pada pembahasan kali ini, wawancara langsung dilakukan koordinator teknisi yang
bekerja pada kebun perusahaan. Wawancara dilakukan berdasarkan hal-hal yang
diperlukan untuk menunjang penyelesaian laporan.
2. Observasi
Observasi
yaitu pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan langsung ke lapangan atau
obyek pembahasan. Pengamatan ini digunakan untuk melengkapi data yang diperoleh
melalui teknik wawancara dan kuesioner.
e. Metode
Analisis Data
Metode
analisis data yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dimana penulis
merumuskan dan menafsirkan data yang ada baik itu data primer berupa observasi
dan wawancara maupun data sekunder yang ada, sehingga memberikan gambaran yang
jelas mengenai perusahaan secara umum.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kegiatan-kegiatan
Praktek Kerja Lapang
Kegiatan praktek kerja lapang di Harvest Queen Hydroponic terdiri dari
dua bagian yaitu melakukan kegiatan budidaya dan pemasaran produk. Kegiatan
budidaya yang dilakukan yaitu dimulai dari tahapan penyemaian, pemindahan bibit
(penanaman/transplanting), perawatan,
panen dan pasca panen. Sedangkan kegiatan pemasaran yang dilakukan yaitu
memasarkan produk Mie Selada yang merupakan upaya dari pengolahan hasil
pertanian. Setiap kegiatan dilakukan berdasarkan instruksi dari pembimbing
lapang. Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai kegiatan praktek kerja lapang
di Harvest Queen Hydroponic sebagai
berikut:
4.1.1. Persiapan Media Tanam
Langkah awal yang harus dilakukan
untuk membudidayakan tanaman selada secara hidroponik yaitu mempersiapkan media
tanam sistem rakit apung seperti pada Gambar 3. Dimana terdapat kolam besar
dengan volume 3,2 m³. Persiapan media tanam dapat dilakukan dengan melapisi
bagian dalam kolam dengan terpal kemudian dilapisi lagi dengan plastik tebal
lalu diisi air dengan kedalaman sekitar ¾ dari tinggi kolam ± 3.200 liter air.
Jika sudah terisi air sesuai dengan petunjuk kemudian bagian atas air ditutupi
dengan sterofoam yang sebelumnya sudah dilubangi kecil-kecil yang masing-masing
berdiameter 28 mm dengan jarak tanam 20 cm dari masing-masing lubang.
4.1.2. Penyemaian
Penyemaian merupakan kegiatan yang
menumbuhkan benih menjadi sebuah bibit yang siap untuk dipindahkan ke media
tanam. Kegiatan penyemaian dimulai dari pemilihan varietas yang dapat
menghasilkan produk sayuran berkualitas baik dan sesuai untuk dibudidayakan
secara hidroponik. Benih selada yang digunakan Harvest Queen Hydroponic adalah benih selada hijau keriting
varietas New Grand Rapid, benih lollorossa (selada merah keriting) varietas Estafet,
dan benih selada Romaine varietas Xanadu. Benih yang digunakan
oleh Harvest Queen Hydroponic
diperoleh dari PT. Indogreen Seed Indonesia. Kegiatan penyemaian dilakukan
dengan cara membuat lubang pada talang kotak yang berisikan tanah padat agak
basah menggunakan satu jari seperti pada Gambar 4, kemudian mengambil benih
tanaman selada dan memasukkannya ke dalam lubang pada tanah seperti pada Gambar
5. Setiap lubang tanam ditanami dengan satu biji benih selada.
4.1.3. Penanaman/Transplanting
Penanaman dilakukan dengan memindahkan
bibit dari tempat persemaian ke sistem rakit apung. Pemindahan bibit tanaman
selada dilakukan ketika bibit berumur 2 minggu setelah semai (mss) atau bibit
dengan ukuran yang sudah siap tanam yaitu memiliki 2-3 helai daun. Penanaman
pada sistem rakit apung dapat dilakukan secara langsung dengan memasukkan bibit
ke dalam lubang sterofoam (seperti
pada Gambar 7) dengan dilapisi spon busa berukuran ± 6x1x0,5 cm seperti pada
Gambar 6. Pelapisan spon busa pada bibit tidak boleh terlalu longgar
ataupun terlalu sesak, dikarenakan takut malah membuat bibit mati sebelum
panen.
4.1.4. Perawatan
Kegiatan perawatan yang dilakukan pada
budidaya tanaman secara hidroponik diantaranya ialah penyulaman, pengecekan
instalasi sistem hidroponik, pemupukan, pengecekan larutan nutrisi, dan pengecekan
pH serta ppm. Kegiatan penyulaman dilakukan dengan mengganti tanaman yang mati
maupun tidak tumbuh dan terserang hama dengan tanaman baru. Kegiatan perawatan
pada instalasi yang dilakukan pada sistem rakit apung ialah dengan melakukan
pengecekan aerator agar selalu dalam kondisi menyala sehingga tanaman tidak
kekurangan oksigen. Aerator berfungsi untuk menghasilkan oksigen untuk
pertukaran udara dalam daerah perakaran. Hal ini dikarenakan aerator digunakan
untuk mengatur sirkulasi udara akibat tidak adanya jarak antara akar tanaman
dengan air.
Kegiatan berikutnya ialah pemupukan yang
dilakukan dengan cara memberikan larutan nutrisi AB Mix pada tanaman selada.
Larutan nutrisi AB Mix Sayur merupakan campuran antara larutan A dan larutan B,
dimana proses pembuatan larutan AB Mix Sayur dilakukan secara manual oleh Harvest Queen Hydroponic. Berikut
merupakan bahan yang dibutuhkan untuk larutan A dan larutan B sebagai berikut :
a. Larutan
A
Larutan A terdiri dari unsur makro
dan mikro. Unsur makro yang dibutuhkan yaitu Calnit (Kalsium Nitrat) sebanyak 5
kg, Kalinitrat (Kalium Nitrat) sebanyak 5,5 kg, dan unsur mikro yaitu Fe
sebanyak 150 gram.
b. Larutan
B
Larutan B terdiri dari dua unsur
meliputi unsur makro dan mikro. Adapun unsur makro yang dibutuhkan yaitu MKP
(Fosfat dan Kalium Oksida) sebanyak 1,3 kg, MAG-S (Magnesium Oksida dan Sulfur)
sebanyak 3,1 kg, dan unsur mikro yaitu Mn sebanyak 37,5 gram, Zn sebanyak 10
gram, Cu sebanyak 5 gram, dan Bora sebanyak 10 gram.
Pembuatan
larutan nutrisi AB mix dilakukan dengan menggunakan wadah yang berbeda antara
larutan A dan larutan B. Tahapan pembuatan larutan A dan larutan B dapat
dilakukan dengan memasukkan unsur makro ke dalam 10 liter air kemudian diaduk
hingga larut dengan air. Kemudian menambahkan 5 liter air secara perlahan.
Setelah semua unsur makro larut dalam air, kemudian memasukkan unsur mikro dan
menambahkan 10 liter air serta diaduk hingga terjadi perubahan warna pada
masing-masing larutan. Larutan A akan berubah menjadi warna merah sedangkan
larutan B akan berubah menjadi warna biru. Setelah larutan A dan B jadi maka
proses pemberian larutan nutrisi AB Mix Sayur dapat dilakukan dengan cara
mencampurkan larutan A (5 ml) dan larutan B (5 ml) dalam 1 liter air. Pembuatan
dengan bahan-bahan tersebut dapat menghasilkan 25 liter larutan A dan 25 liter
larutan B.
Kegiatan perawatan selanjutnya adalah
melakukan pengecekan kadar nutrisi pada sistem rakit apung hidroponik dengan
mengunakan alat TDS meter (Total Dissolved Solids) yang merupakan
alat yang digunakan untuk mengukur kepekatan nutrisi tanaman hidroponik seperti
pada Gambar 10. Satuan pengukuran yang digunakan adalah ppm (part per million).
Nutrisi untuk media tanam secara hidroponik adalah AB Mix. AB Mix merupakan
campuran dari larutan A dan larutan B. Penambahan AB Mix dilakukan dengan
takaran 1:1 larutan A dan larutan B. Takaran yang diberikan untuk membuat
larutan nutrisi adalah 500 ml larutan A dan 500 ml larutan B dalam 1 liter air.
Nilai standar untuk mengukur kepekatan nutrisi adalah ±700-1000 ppm. Setelah
melakukan pengecekan jika nilai kepekatan nutrisi kurang dari nilai standar
maka perlu ditambahkan larutan nutrisi AB Mix sedangkan jika nilai lebih dari
standar maka perlu ditambahkan air baku. Penambahan larutan nutrisi dilakukan
dengan menambahkan larutan AB Mix secara bertahap hingga ±700-1000 ppm.
Pengecekan pH merupakan kegiatan
perawatan yang juga penting dilakukan pada budidaya tanaman selada secara
hidroponik. Pengecekan pH dilakukan dengan menggunakan alat pH meter. Nilai pH
yang dibutuhkan oleh tanaman selada hidroponik yaitu 6,5-7,0 (netral). Jika
nilai pH rendah (bersifat asam) maka perlu dilakukan penambahan larutan kimia
KOH (Asam Nitrat). Cara meningkatkan nilai pH yaitu dengan menambah sedikit
demi sedikit larutan kimia KOH kemudian diaduk dan melakukan pengecekan kembali
menggunakan pH meter hingga nilai pH menjadi netral. Sedangkan jika nilai pH
tinggi (bersifat basa) maka untuk menurunkan nilai pH menjadi netral dapat
dilakukan dengan menambahkan asam sulfat. Cara yang digunakan kurang lebih sama
dengan cara menaikkan pH, namun larutan yang digunakan berbeda yaitu
menambahkan sedikit demi sedikit larutan asam sulfat kemudian diaduk dan
melakukan pengecekan kembali hingga nilai pH menjadi netral.
4.1.5. Panen dan Pasca Panen
Kegiatan pemanenan pada tanaman selada
dilakukan dengan cara manual yakni mencabut tanaman pada setiap lubang
sterofoam yang berumur 3 minggu setelah tanam (mst) seperti pada Gambar 11.
Akar pada tanaman sengaja tidak dibuang dan dibiarkan melekat di sayuran dengan
tujuan menjadi ciri khas bahwa sayuran tersebut merupakan sayuran hidroponik.
Kegiatan yang harus dilakukan setelah
proses pemanenan adalah kegiatan pasca panen meliputi sortasi dan pengemasan.
Kegiatan sortasi, pengemasan dan pengolahan hasil pertanian merupakan kegiatan
pascapanen yang dilakukan di Harvest
Queen Hydroponic. Secara umum, tindakan paling awal pascapanen yang
dilakukan yaitu sortasi tanaman pada saat panen. Kegiatan sortasi dilakukan
dengan menyeleksi sayuran yang tidak layak untuk dipanen karena rusak, layu,
daun busuk atau terserang hama dan membuang bagian daun tua sebanyak 3-5 helai
daun yang biasanya terletak pada bagian luar seperti pada Gambar 12. Setelah
dilakukan sortasi maka selanjutnya yaitu melakukan pengemasan sayuran ke dalam
kemasan plastik. Cara pengemasan untuk komoditas selada dilakukan dengan
memasukkan selada sebanyak 2-3 batang atau dengan berat sebesar 200 gr ke dalam
kemasan plastik.
Kegiatan pengolahan hasil panen
dilakukan dengan mengolah sayuran menjadi produk Mie Selada seperti pada Gambar
14. Pembuatan Mie Selada merupakan proyek yang diberikan oleh pemilik Harvest Queen Hydroponic kepada peserta
PKL pada bulan Februari. Terdapat tiga varian produk Mie Selada yang dihasilkan
yaitu:
a. MieSoh
(Mie Gongsoh), mie goreng instan proses pembuatan dengan cara digongsoh pada
wajan dengan campuran rempah-rempah serta bumbu mie tersebut, kemudian dalam
penyajian dengan ditambahkan selada sebagai tambahan guna mempercantik
penampilan mie tersebut, juga berguna untuk konsumen yang tidak begitu menyukai
sayur tetapi dengan disertainya mie instan ini (yang pasti banyak peminatnya)
menjadi ikut menyukai sayur-sayuran.
b. Mimi
Kare (Milky Mie Kare), yaitu mie kuah instan rasa kare ayam yang proses
pembuatannya dicampur dengan susu UHT full cream dan tambahan selada.
c. Mimi
Soto (Milky Mie Soto), proses pembuatan produk ketiga ini sama persis dengan
produk kedua, hanya saja perbedaannya terletak pada rasa mie.
Untuk menghasilkan produk Mie Selada
tersebut maka dapat dilakukan dengan dua tahapan yaitu proses persiapan dan
pengolahan. Pada tahap persiapan, kegiatan yang dilakukan yaitu mempersiapkan
alat dan bahan. Alat yang digunakan antara lain:
1. Kompor 6. Panci
2. Pisau
7.
Serbet
3. Talenan 8. Garpu
4. Wajan 9.
Mangkok
5. Sutil
Sedangkan bahan-bahan yang
dibutuhkan untuk membuat Mie Selada yaitu:
1. Selada
2. Mie
instan kuah/goreng
3. Susu
UHT Full Cream sebanyak 50 ml/porsi Mimi
4. Bumbu
dapur (Bawang merah, Bawang putih, Bawang bombay, Cabai)
5. Air
6. Mentega
7. Beberapa
topping yang dibutuhkan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ke
dua yaitu proses pengolahan produk. Proses pengolahan produk pada MieSoh yaitu
dengan cara:
1. Merebus
mie goreng instan setengah matang kemudian meniriskannya.
2. Mempersiapkan
wajan untuk tempat penggongsohan (oseng) di atas kompor.
3. Memasukkan
mentega lalu dicairkan.
4. Mencampurkan
bumbu dapur dengan perbandingan 2:1 dan bumbu mie tersebut kemudian digongsoh
hingga harum.
5. Setelah
harum, memasukkan mie setengah matang tadi ke atas wajan lalu diaduk hingga
rata dimana api kompor dalam keadaan mati.
6. Jika
sudah teraduk rata, menghidupkan api kompor dengan volume kecil kemudian aduk
lagi secara perlahan.
7. Meniriskan
mie yang sudah jadi ke dalam mangkok yang sudah berisi selada dimana sebelumnya
sudah dicuci bersih.
8. MieSoh
siap disajikan.
Berikutnya proses pengolahan produk
Duo Mimi dengan cara:
1. Merebus
mie kuah instan setengah matang kemudian meniriskannya.
2. Merebus
air sebanyak 150 ml hingga matang kemudian memasukkan Susu UHT Full Cream
sebanyak 50 ml.
3. Mencampurkan
bumbu-bumbu mie kuah instan sesuai rasa serta mie setengah matang tadi.
4. MiMi
siap disajikan.
Setelah proses pengolahan, Mie
Selada siap untuk dipasarkan.
Penyusunan analisis biaya yang dilakukan
untuk mengetahui total biaya, penerimaan, keuntungan, dan HPP (Harga Pokok
Produksi) serta membuat laporan keuangan kas untuk produk mie selada.
Berdasarkan perhitungan HPP pada produk MieSoh sebesar Rp 6.500, serta produk
Mimi Kare dan Soto sebesar Rp 8.000.
Perhitungan HPP dilakukan untuk
menetapkan harga jual produk mie selada ke konsumen akhir. Adapun harga jual
pada masing-masing varian produk mie selada yaitu Rp 12.000/porsi untuk MieSoh
dan Rp 15.000/porsi untuk Duo Mimi. Rincian perhitungan total biaya, HPP,
penerimaan, keuntungan dilakukan pencatatan dengan membuat laporan keuangan kas
yang dilakukan oleh manajer kafe sendiri dikarenakan itu bersifat rahasia
perusahaan.
4.1.6. Kegiatan Pemasaran
Kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh Harvest Queen Hydroponic untuk
memperkenalkan produk mie selada berupa endorsement dan penjualan
langsung (direct marketing). Pemilihan media komunikasi ini
bertujuan agar informasi mengenai produk Mie Selada yang disampaikan kepada
masyarakat dapat tersebar merata. Kegiatan pemasaran untuk Mie Selada
berorientasi kepada konsumen. Kegiatan pemasaran Mie Selada mempertimbangkan
bauran pemasaran dengan menerapakan stategi 4P (Product, Place, Price,
dan Promotion).
Kegiatan endorsement dilakukan
dengan mengirim produk mie selada kepada orang yang telah ditentukan oleh
pemilik Harvest Queen Hydroponic
untuk dipromosikan di akun media sosial instagramnya. Penggunaan media sosial
untuk kegiatan pemasaran Mie Selada dikarenakan media sosial merupakan media
yang mudah diakses dan cepat dalam penyampaian informasi. Sedangkan kegiatan
pemasaran secara langsung (direct marketing) produk Mie Selada dilakukan
melalui penjualan di kafe Harvest Queen
sendiri yang berlokasi di Jalan Kalpataru Nomor 58 Kota Malang.
4.2. Sistem Agribisnis Selada (Lactuva sativa L) Hidroponik di Harvest Queen Hydroponic
Sistem
Agribisnis merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa subsistem, antara
lain sebagai berikut:
4.2.1. Subsistem I (Pengadaan dan Penyaluran Sarana Produksi)
Subsistem pengadaan dan penyaluran sarana
produksi merupakan subsistem awal atau biasa disebut hulu dalam
agribisnis. Hulu merupakan pengadaan sarana dan penyaluran sarana produksi
pertanian, antara lain terdiri dari benih, bibit, pupuk, obat-obatan hama dan
penyakit, serta peralatan pertanian yang dihasilkan oleh industri sebagai modal
kegiatan pertanian.
Alat dan bahan yang dibutuhkan pada budidaya selada
(Lactuva sativa L) secara hidroponik adalah :
a.
Benih
Selada
Terdapat
tiga jenis benih selada yang digunakan yaitu Selada Hijau Keriting, Selada
Merah Keriting dan Selada Romaine yang didapatkan dengan cara membeli di Toko
Pertanian dengan harga Rp 13.000,- dan berat 10 gram/bungkus. Satu bungkus
benih selada berisi 1000 butir. Setiap kegiatan penyemaian yang dilakukan
membutuhkan benih selada sebanyak 400-600 butir per jenis selada dengan satu kali
semai untuk satu kolam rakit apung dengan volume 3.2 m³. Jika satu greenhouse terdapat empat kolam rakit apung, maka benih yang
dibutuhkan dari masing-masing jenis sebanyak 1.200 butir dengan total 3.600
butir.
b.
Media
Tanam
(Lahan)
Media tanam yang digunakan adalah
sistem rakit apung yang bervolume 3.2 m³, dimana bagian dalam kolam lapisan
pertama dilapisi dengan terpal kemudian lapisan kedua dengan plastik tebal lalu
diisi air dengan kedalaman sekitar ¾ dari tinggi kolam ± 3.200 liter air. Jika
sudah terisi air sesuai dengan petunjuk kemudian bagian atas air ditutupi
dengan styrofoam yang sebelumnya
sudah dilubangi kecil-kecil yang masing-masing berdiameter 28 mm dengan jarak
tanam 20 cm dari masing-masing lubang. Status lahan di Harvest Queen Hydroponic adalah milik sendiri, sehingga tidak perlu
membayar biaya sewa hanya membayar pajak sebesar Rp 2.000.000,- per tahunnya.
c.
Pupuk/Nutrisi
Pupuk/nutrisi
yang digunakan adalah nutrisi AB Mix Sayur. Larutan nutrisi AB Mix Sayur
merupakan campuran antara larutan A dan larutan B, dimana proses pembuatan
larutan AB Mix Sayur dilakukan secara manual oleh Harvest Queen Hydroponic dengan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk
larutan A dan larutan B sebagai berikut: Larutan A terdiri dari unsur makro dan
mikro. Unsur makro yang dibutuhkan yaitu Calnit (Kalsium Nitrat) sebanyak 5 kg,
Kalinitrat (Kalium Nitrat) sebanyak 5,5 kg, dan unsur mikro yaitu Fe sebanyak
150 gram. Sedangkan untuk Larutan B terdiri dari dua unsur meliputi unsur makro
dan mikro. Adapun unsur makro yang dibutuhkan yaitu MKP (Fosfat dan Kalium
Oksida) sebanyak 1,3 kg, MAG-S (Magnesium Oksida dan Sulfur) sebanyak 3,1 kg,
dan unsur mikro yaitu Mn sebanyak 37,5 gram, Zn sebanyak 10 gram, Cu sebanyak 5
gram, dan Bora sebanyak 10 gram. Biaya yang dikeluarkan untuk membeli
bahan-bahan nutrisi AB Mix selama satu tahun sebesar Rp 2.250.000,- dengan 3-4
kali pembuatan nutrisi AB Mix.
d.
Air
Air yang digunakan adalah air sumber menggunakan pompa
air seperti sanyo yang membutuhkan listrik, sehingga biaya yang
dikeluarkan termasuk biaya listrik. Biaya yang digunakan secara
keseluruhan sebesar Rp 1.000.000,- per bulannya.
e.
Alat-alat
Alat-alat yang digunakan antara lain styrofoam, spon busa, wadah untuk bibit, selang
dan pipa kecil. Biaya yang
dibutuhkan untuk pembelian alat-alat adalah Rp
476.000,- untuk setiap 3.2 m³.
4.2.2. Subsistem II (Budidaya)
Kegiatan
budidaya pertanian harus sesuai dengan SOP (Standar
Operasional Procedur) di tempat pelaksanaan budidaya. SOP dibuat
berdasarkan pelaksanaan yang sudah ditentukan dan dilaksanakan. Setelah SOP,
dibuat pelaksanaan budidayanya berdasarkan SOP yang telah dibuat. SOP yang
tertera di Harvest Queen Hydroponic antara lain: Pintu greenhouse harus
tertutup rapat dan dinding greenhouse tidak
ada yang berlubang. Kedua hal tersebut bertujuan agar hama dan serangga tidak
ada yang masuk dan menyerang tanaman.
Kemudian melakukan pemeriksaan
rutin terhadap kolam
penampung air, styrofoam dan alat
aerator. Ketiga hal tersebut
bertujuan agar tidak ada jalur keluar air yang buntu atau
tersumbat dan tanaman mendapatkan oksigen yang
optimal.
Selanjutnya melakukan standar
budidaya tanaman yaitu tanaman buah dan sayuran hijau. Kemudian melakukan perawatan rutin dengan mengontrol pH
dan ppm masing-masing kolam serta memberi nutrisi yang cukup pada tanaman.
Budidaya merupakan kegiatan penggunaan barang-barang modal dan
sumber daya alam untuk menghasilkan komoditas pertanian primer. Budidaya
hidroponik rakit apung adalah menanam tanaman dengan cara hidroponik dengan
membuat tanaman mengapung pada media nutrisi dengan penyangga styrofoam. Massa jenis air yang
digunakan pada setiap kolam rakit apung di Harvest
Queen Hydroponic adalah 3.200 liter. Berikut kegiatan budidaya yang
dilakukan di Harvest Queen Hydroponic:
a. Persiapan Media Tanam
Langkah awal yang harus dilakukan
untuk membudidayakan tanaman selada secara hidroponik yaitu mempersiapkan media
tanam sistem rakit apung. Dimana terdapat kolam besar dengan volume 3,2 m³.
Persiapan media tanam dapat dilakukan dengan melapisi bagian dalam kolam dengan
terpal kemudian dilapisi lagi dengan plastik tebal lalu diisi air dengan
kedalaman sekitar ¾ dari tinggi kolam ± 3.200 liter air. Jika sudah terisi air
sesuai dengan petunjuk kemudian bagian atas air ditutupi dengan sterofoam yang
sebelumnya sudah dilubangi kecil-kecil yang masing-masing berdiameter 28 mm
dengan jarak tanam 20 cm dari masing-masing lubang.
b. Penyemaian
Penyemaian
merupakan kegiatan yang menumbuhkan benih menjadi sebuah bibit yang siap untuk
dipindahkan ke media tanam. Kegiatan penyemaian dimulai dari pemilihan varietas
yang dapat menghasilkan produk sayuran berkualitas baik dan sesuai untuk
dibudidayakan secara hidroponik. Benih selada yang digunakan Harvest Queen Hydroponic adalah benih
selada hijau keriting varietas New Grand Rapid, benih lollorossa (selada merah keriting) varietas Estafet,
dan benih selada Romaine varietas Xanadu. Benih yang digunakan
oleh Harvest Queen Hydroponic
diperoleh dari PT. Indogreen Seed Indonesia. Kegiatan penyemaian dilakukan
dengan cara membuat lubang pada talang kotak yang berisikan tanah padat agak
basah menggunakan satu jari, kemudian mengambil benih tanaman selada dan
memasukkannya ke dalam lubang pada tanah. Setiap lubang tanam ditanami dengan
satu biji benih selada.
c. Penanaman
Penanaman dilakukan dengan memindahkan
bibit dari tempat persemaian ke sistem rakit apung. Pemindahan bibit tanaman
selada dilakukan ketika bibit berumur 2 minggu setelah semai (mss) atau bibit
dengan ukuran yang sudah siap tanam yaitu memiliki 2-3 helai daun. Penanaman
pada sistem rakit apung dapat dilakukan secara langsung dengan memasukkan bibit
ke dalam lubang styrofoam dengan
dilapisi spon busa berukuran ± 6x1x0,5 cm. Pelapisan spon busa pada
bibit tidak boleh terlalu longgar ataupun terlalu sesak, dikarenakan mengantisipasi
agar bibit tidak mati sebelum panen.
d.
Perawatan
Kegiatan
perawatan yang dilakukan pada budidaya tanaman secara hidroponik diantaranya
ialah penyulaman, pengecekan instalasi sistem hidroponik, pemupukan, pengecekan
larutan nutrisi, dan pengecekan pH serta ppm. Kegiatan penyulaman dilakukan
dengan mengganti tanaman yang mati maupun tidak tumbuh dan terserang hama
dengan tanaman baru. Kegiatan perawatan pada instalasi yang dilakukan pada
sistem rakit apung ialah dengan melakukan pengecekan aerator agar selalu dalam
kondisi menyala sehingga tanaman tidak kekurangan oksigen. Aerator berfungsi
untuk menghasilkan oksigen untuk pertukaran udara dalam daerah perakaran. Hal
ini dikarenakan aerator digunakan untuk mengatur sirkulasi udara akibat tidak
adanya jarak antara akar tanaman dengan air.
Kegiatan
berikutnya ialah pemupukan yang dilakukan dengan cara memberikan larutan
nutrisi AB Mix pada tanaman selada. Larutan nutrisi AB Mix Sayur merupakan
campuran antara larutan A dan larutan B, dimana proses pembuatan larutan AB Mix
Sayur dilakukan secara manual oleh Harvest
Queen Hydroponic. Berikut merupakan bahan yang dibutuhkan untuk larutan A
dan larutan B sebagai berikut :
·
Larutan A
Larutan A terdiri dari unsur makro
dan mikro. Unsur makro yang dibutuhkan yaitu Calnit (Kalsium Nitrat) sebanyak 5
kg, Kalinitrat (Kalium Nitrat) sebanyak 5,5 kg, dan unsur mikro yaitu Fe
sebanyak 150 gram.
·
Larutan B
Larutan B terdiri dari dua unsur
meliputi unsur makro dan mikro. Adapun unsur makro yang dibutuhkan yaitu MKP
(Fosfat dan Kalium Oksida) sebanyak 1,3 kg, MAG-S (Magnesium Oksida dan Sulfur)
sebanyak 3,1 kg, dan unsur mikro yaitu Mn sebanyak 37,5 gram, Zn sebanyak 10
gram, Cu sebanyak 5 gram, dan Bora sebanyak 10 gram.
Pembuatan larutan nutrisi AB mix
dilakukan dengan menggunakan wadah yang berbeda antara larutan A dan larutan B.
Tahapan pembuatan larutan A dan larutan B dapat dilakukan dengan memasukkan
unsur makro ke dalam 10 liter air kemudian diaduk hingga larut dengan air.
Kemudian menambahkan 5 liter air secara perlahan. Setelah semua unsur makro
larut dalam air, kemudian memasukkan unsur mikro dan menambahkan 10 liter air
serta diaduk hingga terjadi perubahan warna pada masing-masing larutan. Larutan
A akan berubah menjadi warna merah sedangkan larutan B akan berubah menjadi
warna biru. Setelah larutan A dan B jadi maka proses pemberian larutan nutrisi
AB Mix Sayur dapat dilakukan dengan cara mencampurkan larutan A (5 ml) dan
larutan B (5 ml) dalam 1 liter air. Pembuatan dengan bahan-bahan tersebut dapat
menghasilkan 25 liter larutan A dan 25 liter larutan B.
Kegiatan
perawatan selanjutnya adalah melakukan pengecekan kadar nutrisi pada sistem
rakit apung hidroponik dengan mengunakan alat TDS meter (Total Dissolved
Solids) yang merupakan alat yang digunakan untuk mengukur kepekatan nutrisi
tanaman hidroponik. Satuan pengukuran yang digunakan adalah ppm (part per
million). Nutrisi untuk media tanam secara hidroponik adalah AB Mix. AB
Mix merupakan campuran dari larutan A dan larutan B. Penambahan AB Mix
dilakukan dengan takaran 1:1 larutan A dan larutan B. Takaran yang diberikan
untuk membuat larutan nutrisi adalah 500 ml larutan A dan 500 ml larutan B
dalam 1 liter air. Nilai standar untuk mengukur kepekatan nutrisi adalah
±700-1000 ppm. Setelah melakukan pengecekan jika nilai kepekatan nutrisi kurang
dari nilai standar maka perlu ditambahkan larutan nutrisi AB Mix sedangkan jika
nilai lebih dari standar maka perlu ditambahkan air baku. Penambahan larutan
nutrisi dilakukan dengan menambahkan larutan AB Mix secara bertahap hingga
±700-1000 ppm.
Pengecekan
pH merupakan kegiatan perawatan yang juga penting dilakukan pada budidaya
tanaman selada secara hidroponik. Pengecekan pH dilakukan dengan menggunakan
alat pH meter. Nilai pH yang dibutuhkan oleh tanaman selada hidroponik yaitu
6,5-7,0 (netral). Jika nilai pH rendah (bersifat asam) maka perlu dilakukan
penambahan larutan kimia KOH (Asam Nitrat). Cara meningkatkan nilai pH yaitu
dengan menambah sedikit demi sedikit larutan kimia KOH kemudian diaduk dan
melakukan pengecekan kembali menggunakan pH meter hingga nilai pH menjadi
netral. Sedangkan jika nilai pH tinggi (bersifat basa) maka untuk menurunkan
nilai pH menjadi netral dapat dilakukan dengan menambahkan asam sulfat. Cara
yang digunakan kurang lebih sama dengan cara menaikkan pH, namun larutan yang
digunakan berbeda yaitu menambahkan sedikit demi sedikit larutan asam sulfat
kemudian diaduk dan melakukan pengecekan kembali hingga nilai pH menjadi
netral.
e. Pemanenan
Kegiatan pemanenan pada tanaman
selada dilakukan dengan cara manual yakni mencabut tanaman pada setiap lubang
sterofoam yang berumur 3 minggu setelah tanam (mst). Akar pada tanaman
sengaja tidak dibuang dan dibiarkan melekat di sayuran dengan tujuan menjadi
ciri khas bahwa sayuran tersebut merupakan sayuran hidroponik.
4.2.3. Subsistem III (Pasca Panen dan Pengolahan Hasil)
Subsistem III atau subsistem hilir adalah kegiatan ekonomi yang
mengolah hasil produk usahatani menjadi produk olahan kemudian didistribusikan.
Kegiatan pencucian, penirisan, sortasi, pengemasan, penyimpanan dan pengolahan
hasil pertanian merupakan kegiatan pascapanen yang dilakukan di Harvest Queen Hydroponic.
a. Pencucian
Pencucian merupakan
tahap awal dalam penanganan pasca panen ini. Proses pencucian bertujuan untuk membersihkan
tanaman dari lumut yang masih menempel
juga membersihkan dari kotoran-kotoran yang
ada agar sayuran masih dalam keadaan segar dan tidak layu
maupun busuk. Pencucian ini
menggunakan air bersih tanpa kaporit
seperti air sumber. Pada pencucian
ini akar tidak usah dipotong karena berfungsi untuk menjaga kesegaran dan keawetan
tanaman selada.
b. Penirisan
Setelah pencucian
selesai, selada ditiriskan sekitar 10-15
menit. Penirisan dilakukan di atas meja
triplek dengan cara
diangin-anginkan di dekat lahan terbuka (tempat pencucian yang agak jauh dari air) tanpa bantuan
pengering ataupun alat lainnya.
c. Penyortiran
Penyortiran ini dibagi menjadi dua, yaitu seleksi dan
grading. Seleksi merupakan
sortasi tanaman berdasarkan tampilannya. Sedangkan grading adalah sortasi tanaman
berdasarkan mutu dan standar klasifikasinya. Penyortiran
dilakukan dengan cara manual, dimulai dari pengecekan daun pada selada. Jika pada daun selada terdapat kerusakan, layu, daun
busuk atau terserang hama maka harus dibuang kemudian diletakkan di tempat tertentu (ember
atau bak) karena tidak cocok untuk dipasarkan serta untuk
dilakukan
proses pengolahan. Juga melakukan pembuangan bagian
daun tua sebanyak 3-5 helai daun yang biasanya terletak pada bagian luar.
d. Pengemasan
Pengemasan adalah suatu proses
pembungkusan, pewadahan atau pengepakan suatu produk dengan menggunakan bahan
tertentu sehingga
produk yang ada di dalamnya bisa tertampung dan terlindungi. Kegiatan pengemasan dilakukan
setelah selada ditiriskan dan dalam keadaan kering.
Melakukan pengemasan sayuran ke dalam kemasan
plastik dengan cara memasukkan selada sebanyak 2-3 batang atau dengan berat
sebesar 200 gram ke dalam kemasan plastik. Namun apabila belum mencapai 200 gram bisa
ditambahkan sayuran dari ukuran yang lain sehingga mencapai target berat.
e. Penyimpanan
Sayuran yang sudah
dikemas bisa langsung dimasukkan ke box
penyimpanan untuk dibawa ke Kafe
Harvest Queen Hydroponic dan diletakkan di mesin pendingin dengan suhu 4˚C atau bisa langsung dijual dengan harga yang sudah ditentukan.
f. Pengolahan
Hasil Pertanian
Kegiatan
pengolahan hasil panen dilakukan dengan mengolah sayuran menjadi produk Mie
Selada. Pembuatan Mie Selada merupakan proyek yang diberikan oleh pemilik Harvest Queen Hydroponic kepada peserta
PKL pada bulan Februari. Terdapat tiga varian produk Mie Selada yang dihasilkan
yaitu:
·
MieSoh (Mie Gongsoh),
mie goreng instan proses pembuatan dengan cara digongsoh pada wajan dengan
campuran rempah-rempah serta bumbu mie tersebut, kemudian dalam penyajian
dengan ditambahkan selada sebagai tambahan guna mempercantik penampilan mie tersebut,
juga berguna untuk konsumen yang tidak begitu menyukai sayur tetapi dengan
disertainya mie instan ini (yang pasti banyak peminatnya) menjadi ikut menyukai
sayur-sayuran.
·
Mimi Kare (Milky Mie Kare), yaitu mie kuah instan
rasa kare ayam yang proses pembuatannya dicampur dengan susu UHT full cream dan
tambahan selada.
·
Mimi Soto (Milky Mie Soto), proses pembuatan produk
ketiga ini sama persis dengan produk kedua, hanya saja perbedaannya terletak
pada rasa mie.
Penyusunan
analisis biaya yang dilakukan untuk mengetahui total biaya, penerimaan,
keuntungan, dan HPP (Harga Pokok Produksi) serta membuat laporan keuangan kas
untuk produk mie selada. Berdasarkan perhitungan HPP pada produk MieSoh sebesar
Rp 6.500, serta produk Mimi Kare dan Soto sebesar Rp 8.000.
Perhitungan
HPP dilakukan untuk menetapkan harga jual produk mie selada ke konsumen akhir.
Adapun harga jual pada masing-masing varian produk mie selada yaitu Rp
12.000/porsi untuk MieSoh dan Rp 15.000/porsi untuk Duo Mimi. Rincian
perhitungan total biaya, HPP, penerimaan, keuntungan dilakukan pencatatan
dengan membuat laporan keuangan kas yang dilakukan oleh manajer kafe sendiri
dikarenakan itu bersifat rahasia perusahaan.
4.2.4. Subsistem IV (Penyaluran dan Pemasaran)
Pemasaran yang dilakukan Harvest Queen Hydroponic yaitu pemasaran secara langsung dan tidak langsung. Pemasaran langsung yaitu berhubungan langsung dengan konsumen (tanpa perantara) dan juga melayani pemesanan dengan menjualnya ke masyarakat setempat dari rumah ke rumah. Sedangkan pemasaran tidak langsung yaitu dengan menggunakan perantara dalam menjual sayur selada ke sebuah restoran di daerah Surabaya yang sudah menjadi langganan distribusi di Harvest Queen Hydroponic. Pemasaran tidak langsung juga dilakukan ke Superindo di Jalan Raya Langsep Nomor 3, Bareng, Kec. Klojen, Kota Malang, yang diletakkan di dalam lemari pendingin dengan suhu 4°C, sehingga pembeli atau konsumen bisa langsung memilih dan mengambil selada dari lemari pendingin. Harvest Queen Hydroponic juga memasarkan produk pengolahan hasil pertaniannya ke kafe Harvest Queen yang bertempat di Jalan Kalpataru Nomor 58 Kota Malang.
Saluran Distribusi
Saluran distribusi merupakan sub bagian dari variabel marketing mix (bauran pemasaran) yaitu: place atau distribution. Saluran distribusi ini merupakan suatu struktur yang menggambarkan alternatif saluran yang dipilih dan menggambarkan situasi pemasaran yang berbeda oleh berbagai perusahaan (Lubis, 2004). Panjang pendeknya saluran pemasaran akan berpengaruh terhadap biaya pemasaran yang dikeluarkan dan harga jual produk di setiap lembaga pemasaran yang terlibat, dan hal tersebut akan berpengaruh pula terhadap keuntungan yang diperoleh.
Berdasarkan
saluran distribusi yang terdapat pada Harvest
Queen Hydroponic, adanya pemasaran
dapat memberikan efisiensi tersedianya barang secara luas dan mudah diperoleh di pasaran.
Dalam hal ini inti merupakan pedagang pengumpul yang secara langsung
berhubungan dengan petani.
1. Saluran
Disribusi I = Petani → Inti → Konsumen
Dalam
saluran ini terdapat dua cara dalam mendistribusikan selada, pertama inti langsung
membeli selada dari petani, setelah itu inti menjual kembali kepada konsumen
dengan melakukan promosi di media sosial, sehingga konsumen bisa langsung
membeli kepada inti tersebut. Kedua, inti langsung mengambil selada dari
petani, lalu langsung dijual kepada konsumen melalui
pemasaran rumah ke rumah penduduk.
2. Saluran Distribusi II = Petani → Inti → Restoran/Superindo/Kafe →
Konsumen
Pada saluran ini, inti langsung mengambil
selada dari petani, lalu dibawa ke Restoran di daerah Surabaya, Superindo di Jalan
Raya Langsep dan Kafe Harvest Queen
untuk dijual langsung, sehingga konsumen bisa
langsung memilih dan mengambil selada dari lemari pendingin.
Pembelian
selada dari petani kepada inti dilakukan dengan sistem per gram, dimana
pembelian dilakukan secara langsung dengan petani. Kemudian inti langsung
menjualnya kepada konsumen maupun ke Restoran/Superindo/Kafe.
4.2.5. Subsistem V (Lembaga Penunjang)
Lembaga
penunjang adalah institusi penunjang yang turut serta mendukung pengoperasian
pasar modal dan bertugas serta berfungsi melakukan pelayanan kepada pegawai dan
masyarakat umum. Untuk sampai saat ini, Harvest
Queen Hydroponic belum memiliki lembaga penunjang sebagai lembaga yang
mendukung pengoperasian perusahaan. Harvest
Queen Hydroponic sendiri hanya memiliki sertifikasi perizinan dari lembaga
pemerintahan daerah/kota setempat.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Harvest Queen Hydroponic
merupakan salah satu perusahaan di bidang pertanian dengan teknik budidaya
secara hidroponik. Perusahaan yang bergerak di bidang pertanian ini
mengembangkan pertanian dengan modern, professional, kreatif, inovatif,
memiliki terobosan terbaru dan memiliki produk yang sehat.
Agribisnis
sebagai suatu sistem adalah agribisnis yang merupakan seperangkat unsur yang
secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas. Sistem
Agribisnis merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa subsistem, antara
lain sebagai berikut:
1.
Subsistem I (Pengadaan
dan Penyaluran Sarana Produksi): Benih selada, media tanam (lahan), pupuk/nutrisi, air dan alat-alat.
2.
Subsistem II
(Budidaya): Persiapan media tanam, penyemaian, penanaman, perawatan dan pemanenan.
3.
Subsistem III (Pasca
Panen dan Pengolahan Hasil): Pencucian, penirisan, penyortiran, pengemasan, penyimpanan dan pengolahan
hasil pertanian.
4.
Subsistem IV
(Pemasaran): Terdapat 2 saluran
pemasaran selada, antara lain: 1) Saluran Disribusi I = Petani → Inti →
Konsumen, 2) Saluran Distribusi II = Petani → Inti →
Restoran/Superindo/Kafe → Konsumen.
5.
Subsistem V (Lembaga
Penunjang): Tidak memiliki lembaga penunjang.
5.2 Saran
Berdasarkan kegiatan praktek
kerja lapang yang sudah dilakukan di Harvest Queen Hydroponic selama satu bulan, ada
beberapa saran yang diberikan demi kemajuan Harvest Queen Hydroponic. Sayuran dan buah-buahan di Harvest Queen Hydroponic memang sudah terlihat segar
dan organik, tetapi perlu disosialisasikan lagi kepada sasaran konsumen
bahwasannya sayuran yang ditanam di Harvest Queen Hydroponic merupakan sayuran sehat bebas
pestisida agar calon konsumen mengetahui manfaat dari sayuran yang bebas
pestisida. Selain itu, Harvest Queen Hydroponic harus menjalin kerja sama
dengan mitra lain serta penambahan lembaga penunjang untuk mendukung dan
menunjang usaha tani di Harvest Queen Hydroponic serta pada
kegiatan pemasaran sayur diantaranya perlu keikutsertaan mahasiswa khususnya
mahasiswa agribisnis dalam kegiatan pemasaran sayur karena bidang tersebut
merupakan bagian penting yang harus dipelajari langsung oleh mahasiswa
agribisnis.
Saran dari
peserta PKL untuk calon peserta PKL selanjutnya yang akan melakukan praktek
kerja lapang di Harvest Queen Hydroponic
adalah peserta PKL dapat mempersiapkan diri dengan mencari informasi terlebih
dahulu mengenai Harvest Queen Hydroponic. Selain itu peserta PKL harus
saling berkoordinasi satu sama lain agar dapat menghindari terjadinya miss
communication, harus aktif dan inisiatif dalam melaksanakan praktek kerja
lapang sehingga informasi yang diterima akan lebih banyak.
DAFTAR PUSTAKA
Aini, R. Q., Yaya, S., & Hana, M. N. (2010). Penerapan Bionutrien KPD Pada Tanaman Selada Keriting (Lactuca sativa Var. Crispa). Jurnal Sains Dan Teknologi Kimia, 1(1), 73–79.
Cahyono, B. (2005). Teknik budidaya dan analisis usaha tani selada. Semarang: Aneka Ilmu.
Citra Wulandari, G. M., Muhartini, S., & Trisnowati, S. (2012). Pengaruh air cucian beras merah dan beras putih terhadap pertumbuhan dan hasil selada (Lactuca sativa L.). Vegetalika, 1(2), 24–35.
Domingues, D. S., Takahashi, H. W., Camara, C. A., & Nixdorf, S. L. (2012). Automated system developed to control pH and concentration of nutrient solution evaluated in hydroponic lettuce production. Computers and Electronics in Agriculture, 84, 53–61.
Duaja, M. D. (2012). PENGARUH BAHAN DAN DOSIS KOMPOS CAIR TERHADAP PERTUMBUHAN SELADA (Lactuca sativa sp.)(The Effect Of Material And Dosages Of Liquid Organic Fertilizers On Lettuce (Lactuca sativa Sp.) Growth). Bioplantae, 1(1).
Ginting, C., & Tohari, S. (n.d.). D. dan Indradewa, D., 2006b. Pengaruh Suhu Medium terhadap Serapan Hara Makro pada Pertanaman Selada Secara Hidroponik. Prosiding Seminar Nasional Peragi, 500, 509.
Hermawan, R., & SP, M. (2008). Membangun Sistem Agribisnis. Agroinfo. Yogyakarta.
Lonardy, M. V. (2006). Respons tanaman tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) terhadap suplai senyawa nitrogen dari sumber berbeda pada sistem hidroponik.‘. Skripsi”(Tidak Dipublikasikan). Universitas Tadulako, Palu.
Lubis, A. N. (2004). Peranan saluran distribusi dalam pemasaran produk dan jasa.
Pertanian, P. S. J. K. (2002). Pembangunan sistem agribisnis sebagai penggerak ekonomi nasional. Departemen Pertanian.
RIngo, J., Martini, R., & Sayekti, A. A. S. (2017). MANAJEMEN PRODUKSI PENGOLAHAN KARET (HEVEA BRASILIENSIS) DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA 3 (PERSERO) PABRIK PENGOLAHAN KARET (PPK) SEI SILAU, KECAMATAN SETIA JANJI, SUMATERA UTARA. JURNAL MASEPI, 2(1).
Rukmana, I. H. R. (1994). Bertanam Selada & Andewi. Kanisius.
Rusdy, A. (2009). Efektivitas ekstrak nimba dalam pengendalian ulat grayak (Spodoptera litura F.) pada tanaman selada. Jurnal Floratek, 4(1), 41–54.
Saragih, B. (2003). Pembangunan sistem agribisnis di indonesia dan Peranan public relation. SOCA: Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian.
Sodri, F. F. (2019). ANALISIS SISTEM AGRIBISNIS SELADA DAN PAKCOY HIDROPONIK DI KOTA BANDAR LAMPUNG.
Suparta, N. (2003). Penyuluhan sistem agribisnis suatu pendekatan holistik. SOCA: Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian.
Susila, A. D., Suarni, S., Pramono, H., & Aksari, O. (2011). Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh pada Budidaya Tomat Cherry (Lycopersicon esculentumVar. Cerasiforme) Secara Hidroponik. Jurnal Prosiding Seminar Nasional PERHORTI, 1(2), 12.
Syahputra,
E., Rahmawati, M., & Imran, S. (2014). Pengaruh komposisi media tanam dan
konsentrasi pupuk daun terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman selada (Lactuca
sativa L.). Jurnal Floratek, 9(1), 39–45.
Komentar
Posting Komentar